Monday, March 3, 2014

KUMPULAN SOAL 1

Posted by Unknown at 8:04 AM


1.    Resiko audit dan materialitas harus dipertimbangkan pada perencanaan dan pelaksanaan saldo audit atas laporan keuangan sesuai dengan standar auditing. Resiko audit dan materialitas juga harus dipertimbangkan bersama-sama dalam penentuan sifat, saat dan luasnya prosedur auditing
a.      Resiko Audit dan Materialitas
Ø  Resiko Audit
Yang dimaksud dengan resiko audit adalah risiko kesalahan auditor dalam memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara material. Sedangkan dalam SA seksi 312 No 2 mendefinisikan risiko audit merupakan risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji.
Auditor tidak menjamin bahwa laporan keuangan terbebas dari salah saji material, maka terdapat beberapa resiko bahwa laporan keuangan terdapat salah saji material yang tidak terdeteksi oleh auditor. Untuk itu, auditor harus mempertimbangkan resiko audit dalam perencanaan dan pelaksanaan saldo audit atas laporan keuangan. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah. Resiko audit berbanding terbalik dengan keyakinan yang memadai, semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat yang benar, maka semakin rendah resiko audit yang akan diterima.
Selain itu, resiko audit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menetukan cukup atau tidaknya bukti audit yang dikumpulkan. Terdapat hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Semakin rendah tingkat risiko audit yang ingin diperoleh auditor, maka semakin banyak bukti audit yang diperlukan. Karena rendahnya risiko audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak.
Ø  Materialitas
Menurut FSAB materialitas merupakan besarnya suatu pengabaian atau salah saji informasi akuntansi yang diluar keadaan disekitarnya, memungkinkan bahwa pertimbangan seseorang yang bergantung pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut. Materialitas memberikan suatu pertimbangan penting dalam menentukan jenis laporan audit mana yang tepat untuk diterbitkan dalam suatu kondisi tertentu.
Sama halnya resiko audit, material juga merupakan mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menetukan cukup atau tidaknya bukti audit yang dikumpulkan. Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas, maka semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Maksudnya disini adalah rendahnya salah saji yang dapat ditolerensi menuntut auditor untuk mengumpulkan bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.
Ø  Risiko Audit dan Materialitas
Materialitas mendasari penerapan standar auditing, terutama yang berkaitan dengan penerapan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan auditor bentuk baku. Materialitas dan risiko sangat fundamental bagi perencanaan dan pelaksanaan saldo audit atas laporan keuangan. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam penentuan sifat, saat dan luasnya prosedur auditing.
Auditor dapat menggunakan logika model risiko audit untuk mengambil keputusan tentang sifat, saat, dan luasnya prosedur audit.  Dalam model risiko audit, pertama, auditor menilai risiko bahwa salah saji material akan terjadi pada suatu asersi. Kedua, auditor memperoleh pemahaman tentang struktur pengendalian intern yang relevan dengan asersi tersebut dan dapat melaksanakan pengujian tentang efektivitas pengendalian. Setelah itu, auditor membuat pertimbangan tentang risiko salah saji yang material dalam informasi  keuangan tentang asersi yang disajikan untuk audit serta menetapkan lingkup prosedur audit yang sesuai. Selanjutnya auditor dapat merancang suatu rencana audit yang memperbolehkan tingkat risiko deteksi yang lebih tinggi.
Bedasarkan penejelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa resiko dan materialitas dipertimbangkan bersama ketika melaksanakan penugasan. Resiko Audit dan materialitas digunakan dalam perencanaan penugasan dan juga dalam mengevaluasi pengumpulan bukti.
b.      Komponen-Komponen Resiko Audit yang meliputi IR, CR, dan DR
v IR (Inherent Risk) atau disebut juga Resiko bawaan. Resiko bawaan merupakan kerentanan suatu saldo akun terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko ini dipertimbangkan pada tahap perencanaan audit. Jika auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan besar akan ada salah saji, dengan mengabaikan pengendalian internal, auditor akan menyimpulkan bahwa risiko inheren adalah tinggi. Pengendalian internal diabaikan dalam penetapan risiko ini karena pengendalian internal ini diperhitungkan secara terpisah dalam model risiko audit sebagai risiko pengendalian. Akun yang terdiri dari jumlah yang berasal estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta.
v CR (Control Risk) atau Risiko Pengendalian. Risiko penegndalian merupakan suatu salah saji yang material yang dapat dalam asersi yang tidak dapat dicegah atau  dideteksi  secara tepat waktu oleh pengendalian suatu perusahaan. Risiko pengendalian tidak pernah mencapai keyakinan penuh bahwa semua salah saji material akan dapat dideteksi ataupun dicegah. Risiko pengendalian merupakan fungsi dari efektivitas struktur pengendalian internal suatu perusahaan. Semakin efektif struktur pengendalian internal perusahaan klien, semakin kecil risiko pengendaliannya. Penetapan risiko pengendalian didasarkan atas kecukupan bukti audit yang menyatakan bahwa struktur pengendalian internal suatu perusahaan adalah efektif. Pada saat perencanaan audit, auditor menentukan besarnya risiko pengendalian yang direncanakan untuk setiap asersi yang signifikan.
v DR (Detection Risk) atau disebut juga risiko deteksi. Yang dimaksud risiko deteksi risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu perusahaan. Risiko deteksi merupakan fungsi efektvitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa keseluruhan saldo akun untuk mengumpulkan bukti asersi lainnya, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun tersebut diperiksa semuanya. Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
c.       Hubungan diantara komponen-komponen tersebut
Hubungan antara ketiga komponen tersebut diatas dapat dilihat melalui pengujian kuantitaif yaitu dalam model risiko dibawah ini:
AR = IR X CR X DR
Dimana AR adalah Audit Risk (Resiko Audit). AR merupakan fungsi dari IR, unsur yang tidak dicegah oleh pengendalian dan tidak terdeteksi oleh auditor. Konsep resiko audit terutama penting saat auditor mempertimbangkan tingkat yang tepat untuk resiko deteksi ketika merencanakan prosedur audit untuk mengaudit sutu asersi. Semakin rendah penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian, maka semakin tinggi tingkat yang dapat diterima untuk risiko deteksi.
Sebagai contoh, asumsikan seorang auditor telah membuat penilaian risiko berikut untuk  asersi saldo akun tertentu, katakanlah akun persediaan.
AR= 10%, IR= 70%, CR=50%, maka resiko deteksi dapat dihitung sebagai berikut.

Risiko deteksi sebesar 29%, berbarti  auditor perlu merencanakan pengujian subtantif dengan suatu cara yang akan menghasilkan risiko yang dapat diterima bahwa terdapat kemungkinan kegagalan sekitar sebesar 29%   dalam mendeteksi Salah saji yang material.

2.    Dalam setiap penugasan audit, seorang auditor harus melakukan evaluasi terhadap Sistem Pengendalian Internal dari auditee. Jelaskan secara singkat dan kaitkan dengan standar auditing yang ada, untuk apa seorang auditor melakukan evaluasi tersebut dan akan menghasilkan apa kegiatan evaluasi tersebut!
Sesuai dengan SA seksi 150 yang bersumber dari PSA no 1, dalam Standar Pekerjaan Lapangan ke-2 Menyebutkan: “Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan“.
Dan berdasar PSA no 9 (SA Seksi 319) yang memberikan panduan tentang pengimplementasian standar pekerjaan lapangan yang kedua, dapat kita tarik beberapa tujuan seorang auditor melakukan evaluasi terhadap SPI, antara lain adalah sebagai berikut:
*   Untuk memahami sikap, kesadaran, dan tindakan manajemen dan dewan komisaris terhadap lingkungan intern.
*   Untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan.
*   Pada akhirnya adalah untuk arsesi laporan keuangan.
*   Pengendalian yang berkaitan dengan tujuan operasi dan kepatuhan mungkin relevan dengan suatu audit jika kedua tujuan tersebut berkaitan dengan data yang dievaluasi dan digunakan auditor dalam prosedur audit, namun terdapat juga pengendalian yang tidak relevan. Untuk itu diperlukan adanya evaluasi pengendalian oleh auditor.
*   Untuk mempertimbangkan dampak pengendalian intern entitas terhadap audit
Sedangkan hal yang dihasilkan dari kegiatan evaluasi tersebut, adalah sebagai berikut:
*   Dengan mengevaluasi SPI, auditor dapat menghasilkan perencanaan dan peaksanaann prosedur audit yang sesuai dengan kondisi lapangan suatu perusahaan
*   Setelah melakukan perencanaan, auditor dapat mengetahui risiko pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam saldo akun, golongan transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan keuangan
*   Setelah memperoleh pemahaman dan menaksir risiko pengendalian, auditor dapat mencari pengurangan lebih lanjur tingkat risiko pengendalian taksiran untuk asersi tertentu.
*   Dengan mengevaluasi pengendalian,  auditor dapat mengetahui tipe salah saji potensia, faktor-faktor yang berdampak terhadap risiko salah saji material, desain pengujian substantif yang cocok.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat kita lihat bahwa pengevaluasian pengendalian merupakan langkah awal dari sebuah audit dan hal yang sangat penting. Dari hasil evaluasi tersebutlah auditor mampu merecanakan dan melaksankan prosedur yang sesuai, mengetahui resiko audit ataupun tingkat salah sajinya, yang akhrinya mempengaruhi pertimbangan auditor dalam mengumpulkan bukti audit yang andal dan kompeten, yang selanjutnyan bukti audit dijadikan dasar untuk menyatakan pendapat kewajaran atas laporan keuangan.

3.    Jika seorang akuntan publik diminta oleh petugas pajak/fiskus (pejabat negara) untuk mengungkapkan informasi nilai laba yang sesungguhnya untuk dikenakan pajak yang akuntan publik ketahui sewaktu mengaudit laporan keuangan. Apakah akuntan publik harus memenuhi permintaan fiskus tersebut? Sementara akuntan publik harus menjaga kerahasiaan dari klien. Berikan penjelasan anda dan kaitkan dengan undang-undang dan standar auditing yang ada!
Menurut saya, seorang akuntan publik harus memenuhi permintaan fiskus untuk mengungkapkan informasi nilai laba yang sesungguhnya yang diketahui sewaktu mengaudit laporan keuangan. Jika dilihat dari aturan-aturan terkait yaitu antara lain:
v Dalam SA seksi 339 atau PSA no. 15 disebutkan bahwa Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Erika Kompartemen Akuntan Publik yang berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien.
v Delapan prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan, dapat dilihat pada prinsip ke-6 tentang kerahasiaan menyebutkan “Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir
v UU no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan STTD UU No 16 tahun 2009, yaitu:
-  Pasal 35 Ayat (1) Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan  pajak,  kantor  administrasi,  dan/atau  pihak  ketiga  lainnya,  yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.
-   Pasal 35 Ayat (2) Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan
-  Pasal 35A ayat (1) Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
-Pasal 35A ayat (2) Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk  kepentingan  penerimaan  negara  yang  ketentuannya  diatur  dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
v Dalam UU RI no 5 Tahun 2011 tentang akuntan publik yaitu:
-  Pasal 29 ayat (1) Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari klien, ayat (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila digunakan untuk kepentingan pengawasan oleh Menteri.
Berdasarkan beberapa penjelasan aturan-aturan terkait kerahasiaan klien diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa walaupun dalam kode etik akuntan, seorang akuntan publik harus menjaga kerahasiaan informasi klien dan tidak boleh mengungkapkan informasi tanpa persetujuan klien, namun kewajiban merahasiakan informasi klien tersebut akan gugur jika bukti tersebut diperlukan untuk pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, yang dalam hal diatas diperlukan untuk pengenaan pajak. Maka seorang akuntan wajib mengungkapkan informasi yang diketahui selama proses audit laporan keuangan, meskipun tanpa meminta ijin terlebih dahulu oleh klien. Tetapi untuk menjaga hubungan baik dengan klien. Ada baiknya jika seorang akuntan dalam mengungkapkan informasi kepada pihak fiskus itu mengkomunikasikan atau memberitahukan kepada klie baik secara langsung maupun via telepon.
4.    Jawaban
a. Jelaskan tentang prosedur apa yang dilakukan oleh auditor untuk meyakini penyajian di akun modal di atas!
Prosedur yang dilakukan oleh auditor untuk meyakini penyajian akun modal pada akhir periode tahun 2008 adalah pengujian substantif. Program pengujian substantif ini berisi prosedur audit yang dirancang untuk mencapai tujuan pemeriksaan terhadap akun modal diatas,prosedur-prosedur tersebut antara lain:
I.          Prosedur Awal Audit
1.    Mengusut saldo ekuitas yang tercantum di neraca ke saldo akun ekuitas  dalam buku besar.
2.    Menghitung kembali saldo akun ekuitas di dalam buku besar.
3.    Melakukan review terhadap perubahan struktur modal ditempatkan perseroan dalam jumlah dan sumber posting dalam akun modal saham.
4.    Mengusut saldo awal akun ekuitas ke kertas kerja tahun yang lalu.
5.    Melakukan rekonsiliasi akun kontrol ekuitas dalam buku besar ke buku pembantu ekuitas.
II.       Melakukan prosedur analitik terkait dengan akun ekuitas diatas, dalam hal ini akun saham perusahaan tahun 2008, membandingkan dengan hasil prosedur analitik data tahun lalu.
III.    Pengujian terhadap transaksi rinci modal saham
1.    Memeriksa dokumen yang mendukung transaksi penambahan modal dasar yang semula Rp.22.500.000.000,- ditingkatkan menjadi Rp.67.500.000.000,-
2.    Memeriksa dokumen yang mendukung transaksi penambahan modal disetor yang semula senilai Rp.5.800.000.000,- ditingkatkan menjadi Rp.17.300.000.000,-.
3.    Memeriksa dokumen yang mendukung transaksi perubahan struktur modal yang ditempatkan oleh Tuan Christiano dan Ronaldo.
IV.    Penyajian terhadap akun rinci
1.    mempelajari notulen rapat pemegang saham dan direksi atas perubahan struktur modal.
2.    Meminta surat atas perubahan struktur modal yang ada di tangan klien  dan melakukan penghitungan dan inspeksi terhadap sertifikat surat atas perubahan struktur modal tersebut.
3.    Melakukan konfirmasi terhadap Tuan Christiano dan Ronaldo atas perubahan struktur perubahan modalnya.
4.    Membandingkan metode penilaian ekuitas atas modal saham yang digunakan oleh klien dengan prinsip akuntansi berterimas umum di Indonesia.
5.    Membandingkan nilai saham dengan harga pasar surat berharga.
V.  Memeriksa verifikasi mengenai penyajian dan pengungkapan atas penambahan dan perubahan struktur modal saham diatas
b.   Bukti-bukti apa saja yang harus dicollect oleh auditor untuk mendukung prosedur yang akan dilakukan!
  1. Bukti yang berasal dari data akuntansi. Data-data akuntansi tersebut antara lain antara lain Jurnal atas transaksi modal diatas (penambahan serta perubahan strukturnya); Buku besar atas modal diatas; Buku pembantu akun modal atas nama Tuan Christiano dan Ronaldo; PSAK dan aturan-aturan terkait lainnya yang berlaku bagi PT. IMA; Kertas Kerja; hasil perhitungan-perhitungan analitik.
  2. Bukti pendukung lainnya antara lain Akta Pendirian tahun 2003; dokumen perubahan anggaran dasar tahun 2007; bukti setor saham a.n Tuan Christiano dan Ronaldo; Notulen rapat pemegang saham dan direksi pada tahun 2007 atas perubahan Anggaran Dasar PT. IMA; Hasil konfirmasi oleh Tuan Christiano dan Ronaldo; Observasi pada SPI PT. IMA; informasi hasil audit tahun sebelumnya.
c.    Simpulkan dan jelaskan tingkat kewajaran penyajian akun modal di atas berdasarkan fakta yang ada!
Berdasarkan fakta diatas maka kesimpulannya adala penyajian akun modal diatas adalah wajar tanpa pengecualian. Hal ini dapat dilihat dari bukti audit yang mendukung dan telah diperoleh semua oleh auditor sesuai dengan kondisi, serta pencatatan pada neraca per 31 Desember 2008 sudah sesuai dengan keadaan sebenarnya yaitu Rp.17.300.000.000, yaitu untuk Tuan Christiano8.400 lembar senilai Rp.8.400.000.000,00, dan Tuan Ronaldo         8.900 lembar senilai Rp.8.900.000.000,00, maka totalnya ada Rp. 17.300.000.000,-.

0 comments:

Post a Comment

 

-dee ZoNa- Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review